Kamis, 23 September 2010

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL

MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BUDAYA
Kehidupan manusia sangatlah komplek, begitu pula hubungan yang terjadi pada manusia sangatlah luas. Hubungan tersebut dapat terjadi antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, manusia dengan makhluk hidup yang ada di alam, dan manusia dengan Sang Pencipta. Setiap hubungan tersebut harus berjalan seimbang. Selain itu manusia juga diciptakan dengan sesempurna penciptaan, dengan sebaik-baik bentuk yang dimiliki. Hal ini diisyaratkan dalam surat At-Tiin: 4
“Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya”.
Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa Dia telah menjadikan manusia makhluk ciptaan-Nya yang paling baik; badannya lurus ke atas, cantik parasnya, mengambil dengan tangan apa yang dikehendakinya; bukan seperti kebanyakan binatang yang mengambil benda yang dikehendakinya dengan perantaraan mulut. Kepada manusia diberikan-Nya akal dan dipersiapkan untuk menerima bermacam-macam ilmu pengetahuan dan kepandaian; sehingga dapat berkreasi (berdaya cipta) dan sanggup menguasai alam dan binatang.
Manusia juga harus bersosialisasi dengan lingkungan, yang merupakan pendidikan awal dalam suatu interaksi sosial. Hal ini menjadikan manusia harus mempunyai ilmu pengetahuan yang berlandaskan ketuhanan. Karena dengan ilmu tersebut manusia dapat membedakan antara yang hak dengan yang bukan hak, antara kewajiban dan yang bukan kewajiban. Sehingga norma-norma dalam lingkungan berjalan dengan harmonis dan seimbang. Agar norma-norma tersebut berjalan haruslah manusia di didik dengan berkesinambungan dari “dalam ayunan hingga ia wafat”, agar hasil dari pendidikan –yakni kebudayaan– dapat diimplementasikan dimasyaakat.
Pendidikan sebagai hasil kebudayaan haruslah dipandang sebagai “motivator” terwujudnya kebudayaan yang tinggi. Selain itu pendidikan haruslah memberikan kontribusi terhadap kebudayaan, agar kebudayaan yang dihasilkan memberi nilai manfaat bagi manusia itu sendiri khususnya maupun bagi bangsa pada umumnya.
Dengan demikian dapat kita katakan bahwa kualitas manusia pada suatu negara akan menentukan kualitas kebudayaan dari suatu negara tersebut, begitu pula pendidikan yang tinggi akan menghasilkan kebudayaan yang tinggi. Karena kebudayaan adalah hasil dari pendidikan suatu bangsa.
A. Hakekat Manusia Sebagai Makhluk Budaya

Budaya berasal dari bahasa sanskerta yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari Buddhi diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal. Manusia mempunyai tingkatan yang lebih tinggi karena selain mampunyai sebagaimana makhluk hidup lainnya, manusia juga mempunyai akal yang dapat memperhitungkan tindakannya yang kompleks melalui proses belajar yang terus-menerus. Selain itu manusia dikatakan pula sebagai makhluk budaya. Budaya diartikan sebagai pikiran atau akal budi.

Hakikat manusia sebagai makhluk budaya adalah interaksi dan sosialisasi kehidupan menyeluruh masyarakat, budaya dan perilakunya yang teratur. Kebudayaan tersebut telah ada sebelum mulainya satu generasi, bahkan ditransmisikan dari generasi ke generasi berikutnya dalam kebudayaan (tujuh) pranata menyeluruh (cultural universal) dengan bagian-bagiannya sebagai unsur unsur (komponen) budaya. Unsur-unsur budaya ini membedakannya antara kelompok kebudayaan yang ada, dan pada gilirannya mempengaruhi aspek-aspek perseptual perilaku komunikasi yang beraneka ragam pula.
Isi dari kepribadian manusia terdiri dari 1) pengetahuan; 2) perasaan, dan; 3) dorongan naluri. Pengetahuan merupakan unsur-unsur atau segala sesuatu yang mengisi akal dan alam jiwa seorang manusia yang sadar, secara nyata terkandung di dalam otak manusia melalui penerimaan panca inderanya serta alat penerima atau reseptor organismanya yang lain. (Koentjaraningrat, 1986: 101-111)
Kalau unsur perasaan muncul karena dipengaruhi oleh pengetahuan manusia, maka kesadaran manusia yang tidak ditimbulkan oleh pengaruh pengetahuan manusia melainkan karena sudah terkandung dalam organismanya disebut sebagai naluri. Sehubungan dengan naluri tersebut, kemauan yang sudah merupakan naluri pada tiap manusia disebut sebagai “dorongan” (drive), maka disebut juga sebagai dorongan naluri.

A. Apresiasi Terhadap Kemanusiaan dan Kebudayaan

Secara leksikografis, kata apresiasi berasal dari bahasa Inggris apreciation, yang berasal dari kata kerja to Apreciate, yang menurut kamus Oxford berarti to judge value of; understand or enjoy fully in the right way; dan menurut kamus webstern adalah to estimate the quality of to estimate rightly tobe sensitevely aware of. Jadi secara umum me-apresiasi adalah mengerti serta menyadari sepenuhnya, sehingga mampu menilai secara semestinya.

Apresiasi menurut pengertian umum adalah penghargaan / penilaian yang positif kepada suatu karya tertentu. Biasanya apresiasi berupa hal yang positif tetapi juga bisa yang negatif. Apresiasi dapat dibagi menjadi 3, yaitu kritik, pujian, dan saran. Dalam memberikan apresiasi, tidak boleh mendasarkan pada suatu ikatan teman atau pemaksaan. Pemberian apresiasi harus dengan setulus hati dan menurut penilaian aspek umum.
Kebudayaan, dalam logika apa pun diakui sebagai sesuatu yang bersifat dinamis. Aspek dinamis kebudayaan ditemukan tatkala ia berelasi dengan kebudayaan lain. Sisi dinamis ini dimungkinkan, karena setiap kebudayaan memiliki dua kekuatan internal untuk survive. Kebudayaan bertahan melalui dua cara: pertama, dengan berelasi dan membuka dirinya terhadap kebudayaan lain. Kedua, dengan melakukan proteksi terhadap sejumlah kemungkinan interpensi budaya lain yang memungkinkan terjadinya proses “penghancuran” kebudayaan sendiri. Dengan kata lain, kebudayan bisa bertahan melalui himpitan dan tarik ulur dalam relasinya dengan kebudayaan lain.
Suatu masyarakat dengan kebudayaannya, bila tidak berelasi dengan masyarakat dan kebudayaan lain, akan menyeret masyarakatnya dalam keterasingan dengan dunia luar yang lebih luas. Terutama, dalam tekanan global yang sekarang sedang melanda masyarakat-dunia. Ketertutupan dan sikap menutup diri terhadap relasinya dengan dunia luar akan menyeret masyarakat tersebut pada sikap peng-objek-kan masyarakat dan budayanya. Dalih “mempertahankan” originalitas kebudayan lokal, dengan menolak relasi dengan masyarakAt dan budaya lain, akan melahirkan proses pemutlakan dan pada akhirnya eksistensi manusia sebagai unsur dinamis dan unsur primer dalam kebudayaan suatu masyarakat akan tersubordinasi di bawah bayang-bayang kebudayaannya. Manusia menjadi objek kebudayaan tanpa memiliki kesempatan untuk berkembang. Dan bila manusia, sebagai unsur dinamis dalam kebudayaan masyarakat, terlah tersubordinasi dan menjadi objek kebudayaan, manusia akan mengalami proses amnesia (lupa akan diri). Dan, ketika itu secara internal kebudayaan akan mengalami kematiannya.
Di sisi lain, bila suatu masyarakat sedemikian terbuka terhadap kebudayaan yang datang dalam kehidupan masyarakat tersebut tanpa memiliki daya saring dan daya tolak, ia pun akan mengalami nasib yang tidak lebih sama. Karena, manusia dalam masyarakat tersebut menjadi objek bagi kebudayaan lain. Masyarakat tersebut akan mengalami kondisi amnesia. Dengan demikian, resepsitas dan resistensitas masyarakat terhadap kebudayaan lain harus dalam kadar dan tingkat yang seimbang.
Indonesia adalah negara yang dianugerahi berbagai kekayaan alam dan hasil karya manusianya. Dalam hal ini, budaya tradisional merupakan kelebihan yang dimiliki Indonesia dibanding negara lain di belahan dunia manapun. Indonesia berdiri tidak hanya atas satu jenis budaya tradisional yang mewakilinya, namun sangat beragam dengan masing-masing keindahan yang ada. Hal inilah yang menjadi satu penyebab mengapa Indonesia merupakan sebuah negara dengan kultur yang dikagumi oleh masyarakat dunia. Akan tetapi, betapa ironis keadaan dapat tercipta ketika mendapati bahwa mereka yang berada di belahan dunia berbeda itu ternyata jauh lebih menikmati dan menghargai apa yang dilahirkan dan seharusnya dihargai oleh para empunya kebudayaan tersebut.
Adalah sebuah ironi ketika anak muda Indonesia sangat menikmati invasi musik barat seperti metal, pop-progressive, rock, jazz memasuki kehidupan mereka dan menjadi tren kini, sedangkan gamelan adalah musik yang besar di Perancis, sebut saja nama Patrick Portella & Chandra Puspita.Atribut musik lokal yang dapat ditemui jaman sekarang sebatas atribut para musisi indie lokal yang kerap menyerang industri musik mayor, dimana banyak yang merasa industri indie menyediakan lebih banyak variasi pilihan dalam berekspresi. Namun, apakah apresiasi mereka akan sama ketika diperdengarkan musik-musik etnis yang sebenarnya memiliki kualitas yang patut diperhitungkan seperti, grup musik Krakatau?
Seperti itulah, apresiasi sederhana yang kerap ditemukan dalam kehidupan jaman sekarang. Masyarakat Indonesia, khususnya anak muda, memiliki apresiasi yang lebih tinggi ketika menghadirkan identitas mereka ke depan khalayak sebagai anak muda yang peka akan perkembangan musik jaman sekarang. Tahukah anak muda pecinta musik ini bahwa terdapat sederet nama musisi Indonesia yang mengusung musik etnis dalam negeri dan menjadi ternama di luar negeri bahkan memeroleh penghargaan bergengsi di sana? Gamelanjazz adalah sebuah proyek musik yang ternama di Perancis dengan Slamet Rahardjo dan Andre Jaume sebagai pelopornya. Tahukah mereka akan nama Iwan Tanzil yang menjalani hobi musiknya sebagai gitaris di Jerman, atau nama-nama seperti The Tillman Brothers dan Daniel Sahuleka yang besar di Belanda dan memeroleh apresiasi tinggi oleh masyarakat dunia? Bahkan, dalam salah satu edisi majalah musik Rolling Stone Indonesia disebutkan bahwa The Beatles menaruh kagum terhadap The Tillman Brothers.
Kultur masyarakat Indonesia yang cenderung menerima suntikan budaya dari negara-negara barat dan menerapkannya sebagai sebuah gaya hidup paten menyebabkan kurangnya apresiasi masyarakat Indonesia terhadap kepunyaannya sendiri. Budaya tradisional yang menyajikan begitu banyak ragam dan keindahan pun semakin terlupakan, khususnya bagi anak muda di negeri ini. Timbul pola pikir yang menyebabkan kerancuan dalam memahami apa itu budaya. Anak muda tidak sedikit yang akan menyimpulkan bahwa budaya adalah sebatas budaya tradisional dan hal itu merupakan sesuatu yang kuno atau tidak modern.
Dalam aspek kognisi, terjadi beberapa pergeseran pola pikir. Dengan adanya anggapan bahwa gaya hidup yang sekarang dapat memenuhi kebutuhan hidup adalah gaya hidup modern, maka pikiran untuk melestarikan budaya pun menjadi sebuah pantangan dan hal yang rumit bagi mereka. Maka konteks berpikir modern pun menjadi bergeser sehingga pemahaman akan pentingnya menghargai juga melestarikan kebudayaan tradisional sebagai identitas negara menjadi hal yang tidak primer lagi. Padahal, dengan adanya usaha untuk melestarikan budaya tradisional serta menjaganya sebagai identitas negara, semakin kuat Indonesia akan citranya yang berkebudayaan beragam dan unik, serta segala keindahan akan filosofis yang terkandung di dalamnya. Sebuah anggapan umum bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah dan segala yang dimiliki di dalamnya. Budaya tradisional merupakan bagian dari sejarah, melihat bagaimana hal itu tercipta, dan sangat dapat digunakan negara ini sebagai amunisi untuk mengalahkan bangsa lain.
Maka, untuk bisa mengapresiasi dan menghayati serta menikmati seni budaya tradisi harus pula memiliki pengetahuan dan berdasarkan pada penghayatan terhadap paradigma mitologisnya. Untuk itu, untuk menjadikan kebudayaan dan seni tradisi harus pula diiringi dengan sosialisasi dan internalisasi tradisi mitologi sebagai dasar kosmologiya. Bila tidak, maka, kalau pun seni tradisi masih tetap hadir dalam masyarakat,tak lebih hanya sebagai karya seni yang tidak memiliki kekuatan dan daya hidup masyarakatnya. Ia (seni tradisi), tak lebih seperti “jombi” dan bayang-bayang yang bergerak tanpa memiliki daya hidup.

B. Etika dan Estetika Budaya

Etika berasal dari bahasa Yuniani, yaitu ethos.Ada 3 jenis makna etika menurut Bertens :
a. Etika dalam arti nilai-nilai atau norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok orang dalm mengatur tingkah laku.
b. Etika dalam arti kumpulan asas atau nilai moral ( kode etik)
c. Etika dalam arti ilmu atau ajaran tentang baik dan buruk ( filsafat moral)

Kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Manusia beretika, akan menghasilkan budaya yang beretika.Etika berbudaya mengandung tuntutan bahwa budaya yang diciptakan harus mengandung nilai-nilai etik yang bersifat universal. Meskipun demikian suatu budaya yang dihasilkan memenuhi nilai-nilai etik atau tidak bergantung dari paham atau ideologi yang diyakini oleh masyarakat.

Estetika dapat dikatakan sebagi teori tentang keindahan atau seni, Estetika berkaitan dengan nilai indah-jelek

Makna keindahan dapat diartikan dalam beberapa aspek :
a. secara luas, keindahan mengandung ide kebaikan
b. secara sempit, yaitu indah dalam lingkup persepsi penglihatan ( bentuk dan warna)
c. secara estetik murni, menyangkut pengalaman estetik sesorang dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang diresapinya melalui indera.

Estetika berifat subyektif,sehingga tidak bisa dipaksakan. Tetapi yang penting adalah menghargai keindahan budaya yang dihasilkan oleh orang lain.

SOURCH :

Hudiyono,sumi.dkk.2006.Model Acuan Pembelajaran Ilmu Kealaman Dasar.Padang:Departemen Pendidikan Nasional

http://tomy-toms-speed.blogspot.com/2009/11/perkembangan-fisik-tubuh-manusia.html

http://massofa.wordpress.com/2008/01/18/perkembangan-alam-pikiran-manusia/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

save our earth friends,,,,
bumi kita ini udah terlalu menderita,,,
jangan ditambah lagi penderitaannya...